Adanya
pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah menjadi tidak menarik
karena disertai munculnya wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Hal ini tidak lepas dari
pernyataan Muhaimin Iskandar dalam wawancaranya dengan media setelah bertemu para
pelaku UMKM dan pebisnis. Dirinya berbendapat ingin adanya perpanjangan masa
jabatan presiden satu atau dua tahun.
Meskipun
itu merupakan pendapat pribadi,
tetapi sebagai wakil rakyat yang sekaligus pernah menjadi bagian dari
reformasi, dan mengetahui betul seperti apa isi konstitusi, seharusnya tidak
melontarkan pernyataan yang menciderai demokrasi.
Lebih
tidak masuk akal lagi pernyataan dari Luhut Binsar Panjaitan yang mewacanakan
jabatan presiden 3 periode dengan sumber big
data yang sampai saat ini seperti apa wujudnya tidak ada yang tahu. Jelas
kedua tokoh publik ini tidak menghargai sama sekali perjuangan mewujudkan
negara demokrasi dari bercokol lamanya rezim Soeharto.
Tidak
cukup di situ kelangkaan minyak, naiknya
harga BBM, dan PPN
11 %, makin membuat geram rakyat Indonesia. Meskipun kita sama-sama tahu bahwa
ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, akan tetapi bukan lantas
perpanjangan masa jabatan presiden menjadi
solusi untuk mengatasi hal tersebut. Tambah lagi harga-harga yang dinaikkan
tidak akan membantu menumbuhkan perekonomian Indonesia yang ambles disertai
hutang yang makin menggunung, malahan sebaliknya rakyat benar-benar makin
menderita.
Pertanyaannya
sak benere pemerintah ki serius ngurus
rakyat apa ora?
Seakan
tidak mau tertampar mukanya berkali-kali karena ulah para menteri dan politisi,
Jokowi dengan buru-buru mengumpulkan menteri-menteri untuk melakukan rapat
membahas pemilu
2024. Bahkan dari video yang beredar,
dirinya ingin semua menteri menerangkan bahwa tak ada perpanjangan masa
jabatan. Hal itu dilakukan setelah adanya rencana demo para mahasiswa. Namun, lucunya Jokowi hanya menggunakan
argumen perpanjangan masa jabatan, dan tidak menyertakan kondisi minyak yang
masih langka, harga BBM yang naik beserta PPN 11%. Itu karena dia gagal untuk
menstabilkan harga, sehingga yang ia gunakan hanyalah perpanjangan masa jabatan
sebagai argumen pembelaannya.
Kita
semua tahu bahwa wacana perpanjangan masa jabatan tidak keluar dari mulut
Presiden Jokowi, tapi dari beberapa menteri dan Muhaimin Iskandar. Tetapi pertanyaannya, mengapa masa masih datang ke DPR RI
untuk melakukan aksi demo? Jawabannya karena Presiden Jokowi pernah tidak
konsisten dengan ucapannya, sehingga rakyat tidak percaya meskipun dirinya
berkali-kali memberi penegasan bahwa dia tidak menginginkan adanya masa jabatan
presiden.
Ketidakkonsistenan
ucapan Jokowi pertama diawali dari ketika
dirinya masih menjadi Gubernur DKI. Pada waktu itu Jokowi mengatakan bahwa dia tidak berpikir ingin menjadi
presiden, nyatanya ketika PDI-P mengusung namanya, dia pun mau dicalonkan. Selain itu, dia
pernah berkata bahwa
anak-anaknya tidak
tertarik dengan politik, senyatanya anak mbarep
dan menantunya menjadi walikota saat ini. Beberapa
hal lain termasuk janji pertumbuhan ekonomi 7% dan tidak terbukti -meski ini
dapat dicarikan dalil pembenaran karena merebahnya covid.
Ketidakkonsistenan
ucapan itulah yang membuat mahasiswa tetap turun ke jalan menyuarakan tuntutannya.
Mereka ingin memastikan bahwa kali ini Jokowi tidak mencla-mencle lagi dengan pernyataannya.
Sebetulnya
kita tidak ada yang tahu di balik motivasi adanya wacana perpanjangan masa
jabatan presiden. Yang pasti bukan hanya masalah menumbuhkan perekonomian,
melainkan barang kali agar hajat besarnya yaitu memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) bisa terealisasikan dan hal ini
berhubungan dengan berbagai kepentingan. Pasalnya sampai saat ini belum ada
investor yang benar-benar mau berinvestasi untuk membangun IKN dan barang kali
dengan adanya perpanjangan masa jabatan, akan ada diskusi ulang bagaimana
merealisasikan hal tersebut. Atau barang kali beberapa partai belum siap
menghadapi persaingan pemilu
setelah survei terus menerus memunculkan
calon-calon yang itu-itu saja yang sekali lagi barang kali tidak menguntungkan
partainya sehingga mereka merasa perlu mengisi amunisi untuk meningatkan
elektabilitas partainya.
Terlepas
dari rencana di balik perpanjangan masa jabatan tersebut intinya konstitusi
mengatakan bahwa masa jabatan Presiden adalah dua periode, negara wajib
menjamin kelangsungan hidup rakyatnya serta memberikan kebebasan siapa pun untuk menyampaikan aspirasinya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Hal itu sudah final dan tidak bisa
diganggu gugat. Dengan begitu tuntutan para demonstran sudah selayaknya
ditunaikan oleh pemerintah.
Tidak
ada yang salah dari demo mahasiswa, karena demo dan demokrasi merupakan paket
yang tidak bisa di pisahkan. Dengan demikain apresiasi setinggi-tingginya untuk Polri dan Mahfud MD yang mempersilakan mahasiswa melakukan demo dengan catatan
tetap menjaga ketertiban. Hal itu benar-benar bisa terwujud karena mahasiswa
adalah motor pendorong demokrasi yang masih bisa dipengang janjinya. Namun, sayangnya ada beberapa insiden kerusuhan
yang cukup membuat kita berpikir, mengapa harus ada kerusuhan dalam setiap demo?
Jawabannya karena dalam setiap demonstrasi selalu ada penyusup dan kita sebagai
masyarakat awam tidak bisa mengetahuinya dari mana datangnya.
Adanya
penumpang gelap dari setiap aksi mulia tersebut sudah sejak lama disadari oleh
para mahasiswa namun situasi di lapangan selalu berbeda. Tidak mungkin Korlap mengenali satu persatu masa aksi
yang mengikuti demo dan hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab Polisi. Namun
sayangnya Polisi sering kali hanya fokus pada jumlah mahasiswa yang akan
melakukan aksi dan kemudian melakukan beberapa pelarangan serta penghalangan. Padahal sekali lagi
mahasiswa hanya ingin menyampaikan aspirasinya, setelah mereka ditemui dan tuntutannya didengarkan, maka mereka akan bubar dengan sendirinya.
Kita
harus percaya bahwa mahasiswa adalah agen perubahan dengan begitu harus percaya
pula bahwa mereka mempunyai sopan santun dan etika dalam menyampaikan
aspirasinya. Polisi sebaiknya fokus melakukan pengintaian, pelarangan, dan
penghalangan pada penumpang gelap yang selalu mengacaukan aksi demonstrasi
tersebut.
Semoga
kedepannya dalam setiap aksi demonstrasi tidak ada lagi kerusuhan dan gas air
mata. Pasalnya rakyat sudah cukup menderita
dan hal itu akan benar-benar terwujud jika pemerintah serius bekerja untuk
rakyat, selalu hadir untuk mendengarkan aspirasi rakyat, bukan malah kabur
melihat bebek atau pergi ke luar kota. Kita sudah cukup dewasa, perlakukanlah
masa aksi selayaknya orang dewasa pula.
Ditulis Oleh Muchlas Abror. Saat ini mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di UMNU Kebumen. Hidup adalah proses belajar dan melalui tulisan yang berjudul Catatan Aksi 11 April 2022 penulis mencoba untuk merealisasikan proses belajarnya dalam memberikan kritik pada Aksi 11 April 2022.
Editor: Pemulung Rasa