Sebuah Kado Pernikahan
: Buat Ikhwan dan Widya
Udara yang beredar di sekitar kita akan terasa nikmat
apabila kenyataan dan tujuan selaras dengan hidup.
Dan akhirnya
keinginan dan putus
asa sama saja,
ia sama-sama
putaran waktu
yang turun dari langit
dan menyebar ke dunia.
Selamat menjalin cinta, kawanku.
Selamat untuk pernikahan
yang kau inginkan di masa muda
tanpa bahasa yang mewah.
Aku mengerti, kawan,
rencanadan takdir Tuhan terjadi begitu saja,
dan kenyataan menyapamu
dengan lembut dan luar biasa.
Pernikahan,
barangkali seperti
kematian, kawanku.
Kemudian, masa lalu dan masa depan
adalah sekadar
pengetahuan hari ini.
Pengetahuan dan teori yang kita usahakan
hanya sebuah jangkauan insan yang terbatas dan sementara.
Tetapi, sekarang kita sama-sama sadari takdir
dan nasib bukanlah aib, kawanku.
Lalu kasih dan cinta
adalah alasan akan hidup yang fana.
Tenaga cinta yang
masuk ke tubuh
Adalah ruh
yang abadi dalam sejarah hidup
di dunia.
Alhamdulillah, kawanku.
Apakah kau masih ingin dengar kado pernikahan untukmu?
Bukankah puisi sudah kau simpan di tubuhmu dan hatimu?
Puisi yang ada di hatimu
adalah semua pengetahuan yang tak terjangkau oleh manusia,
oleh tipu daya, oleh politik asmara,
oleh segalanya yang di lakukan manusia pada hidupnya.
Alhamdulillah, kawanku.
Sampai di sini apakah kau masih ingin membaca kado ini?
Masihkah kau ingat semua bahasa
yang tak kita sadari di mimpi
dan persimpangan masa depan?
Alhamdulillah, kawanku.
Harapan dan kenyataan sudah menyatu.
Harapan akan sebuah
peradaban manusia
yang berkembang dan luas di antara hidup kita
lebih berharga
dari cita-cita masa remaja yang
bias dan penuh tipu daya.
Dan kenyataan
terasa lebih bebas dari ruang dan
waktu,
karena tak
terbatas oleh pengetahuan
manusia.
Udara yang beredar di sekitar kita akan terasa nikmat
apabila kenyataan dan tujuan selaras dengan hidup.
Dan akhirnya
keinginan dan putus asa sama saja,
ia sama-sama
putaran waktu
yang turun dari langit
dan menyebar ke
dunia
menjadi cinta.
Ciputat, 7 Juni 2022
Hanya
Hanya padamu
kuserahkan jiwa dan raga,
nyawa dan
apa saja.
Hanya padamu
kutumpahkan kesedihan dan kesengsaraan,
kupasrahkan hidup dan mati.
Hanya padamu
kudapatkan duka dan nelangsa,
kuterima sengsara dan air mata.
Hanya padamu
kuberikan cinta dan semuanya.
2018
Seorang Gelandangan Di Pinggir Jalan Raya
Pada sebuah sampah plastik dan koran bekas
di bawah tubuhnya,
kulihat senyummu.
Malam turun di
jalan raya,
lampu kendaraan memuntahkan harapan di matanya.
Astagfirullah.
Senyum-Mu-kah itu?
Senyum yang kulihat
dari seberang jalan raya,
dan cahaya
kendaraan tumpahke matanya.
Berhari-hari bulan dan matahari menikam,
tetapi tak
kudengar tawa-Mu
dalam senyum-Mu,
tak kurasakan
jalan terang
di sudut mata-Mu.
O, Allah! Jarang kudengar
ia nyanyikan lagu malam,
dan sedikitpun tak kujumpai
suaranya.
Pada sebuah sampah plastik dan koran bekas
di antara kepalanya,
ingin kujumpai-Nya sekali lagi.
Ketika sirene menjadi ancaman,
ia sempoyongan lari ke jalan lengang.
Kakinya lemas,
dan napas-Nya terengah-engah.
Astagfirullah.
Orang-orang di jalan,
puing pembangunan,
sampah plastik,
papan iklan elektronik, senja,
purnama, matahari, hujan, dan
semuanya membentuk tubuhnya,
membentuk dirinya.
Pada sebuah sampah plastik dan koran bekas
diantara tubuhnya,
kini hanya penolakan.
Karena petugas membawanya pergi dari rumah
yang teduh dan bisu, seram dan menyenangkan.
Dan, nyanyian-Nya terdengar terulang sekali lagi,
"Aku hanya gelandangan tapi tak sedikit pun kau berikan harapan, Tuhan."
2018Ketika Aku Cinta
Padamu
Ketika aku cinta padamu,
mataku rabun, kupingku
sepi,
bibirau
bisu, dan nyawaku
melayang-layang ke dunia kanak-kanak.
Ketika aku cinta padamu,
oksigen sama pentingnya dengan dirimu,
peradaban tak lebih
sempurna dari senyummu,
hamparan gurun pasir tak lebih luas dari dadamu,
gemerlap cahaya
Eropa tak lebih berkilau dari
warna rambutmu,
dan Asia tak lebih sempurna dari lekuk tubuhmu.
Ketika aku cinta padamu,
rasa duka dan bahagia sama saja,
bahkan tak
kurasakan selain rasa cintaku padamu.
Ketika aku cinta padamu,
kemelaratan merenggut waktuku,
Indonesia tak lebih anggun dari bentuk wajahmu,
Jakarta tak
lebih gemulai dari tarian malammu,
dan mengudaralah cintaku
di segenap kehidupan dunia.
Ketika aku cinta padamu,
nasib dan takdir
tak lebih
berguna
dari cintaku padamu.
Dan, ketika aku cinta padamu,
aku hanya ingin mencintaimu
sampai malam mengangkat tubuhku,
sampai peradaban hilang masanya,
sampai semua makna
jadi cinta,
sampai semua kehidupan
hanya upaya mencintai dirimu.
2019
Bibirmu
Bibirmu bulan merah;
teduhkan malamku,
ia menyapaku
lembut.
Bibirmu sungai deras;
mengalir ke taman jiwaku,
ia menyapaku tenang.
Bibirmu rumah dunia;
menenangkan gelisah kehidupan,
ia menyapaku lembut.
Bibirmu telah jadi obat;
menyembuhkan diriku,
iamenyapaku setiap hari.
2022
Ditulis oleh Ahmad Rizki. Kini menetap di Ciputat,
Tangerang Selatan. Sibuk self-healing dan mendalami muara omong kosong di
mana-mana. Beberapa tulisan omong kosongnya dimuat dalam media online. Karya
yang telah dibukukan, Sisa-Sisa Kesemrawutan; Gelisah (Himpunan Sajak); Sajak
Asbak. Informasi lebih lanjut dapat ditilik melalui Instagram ah_rzkiii