Sebuah Ciuman
Sewajarnya ini tak bisakita tafsirkan.
Kau dan aku
hanya menikmati
-terlanjur memiliki koneksi
Kenikmatan.
Tidak! Ini alkimia
atau udara sejuk yang
mengudara dalam jiwa.
katamu mengulanginya lagi
“Ah, apa saja namanya,
ini telanjur milik kau.
Tidak, maksudku milik bedua,”
sahutku menghentikan bibirmu.
Kau dan aku terjebak alkimia
yang beriringan tumbuh
--karena kau menyiramiku,
aku menyiramimu,
kita tak pernah saling mengetahui:
Hanya asyik atau pasrah,
menikmati iramanya.
Tiga Ungkapan
Andai kauingat Ciputat, kasihcinta itu melecehkan iman.
Sadarlah
itu milik bersama,
walau kita berdua pasti celaka
untuk menghindari kenangannya.
Ingatlah puisi
dan kenapa ia sangat diasingkan manusia.
Kita merdeka-menderita di dalamnya
walau kau terlalu bego untuk sebuah kesadaran
Ciputat ada di antara kita berdua
seperti setetes estetika semu makna puisi
walau penyair-penyair kadang bermuka dua
dalam menciptakan kehidupan puisi yang sejati.
cinta itu terbakar
di dalam jiwanya.
Rasakanlah,
itu milik bersama.
Walau kadang seolah tak butuh hadirnya
untuk kita terima
di alam dunia.
Mata Biru
Saling bertatapan dua mata birudua mata itu saling malu-malu
keinginan mengalir di darahmu, di darahku
dan dua mata itu rindu,
dua mata itu tak kenal waktu
dua mata itu saling menipu
bahagia-sedih bercampur satu
dan dua mata itu saling bisu,
dua mata itu terjebak ragu-ragu.
Aku Mencintaimu
Aku mencintaimuseperti lagu tidur anak-anak.
Ingatkah kau lagu itu?
Lagu-lagu yang menidurkan
jiwa kau dan aku.
di kosong kamar itu
dan tertinggallah aroma
bibirmu, rambut hitammu,
biru matamu, gemulai tubuhmu
di segenap puisiku,
di belantara asap rokokku.
seperti lagu tidur anak-anak itu
tapi anggaplah kejadian ini
masih terhitung lamanya
dan maukah kau ingat lagu itu?
Kasidah Sepi
Datanglah ia memelukku,tanpa suara dan aba-aba
dan tentang hal itulah
ia kusebut sepi
menukiklah ia di jiwaku,
tanpa bahasa dan suatu apa
dan akan halnya itu ia kukatakan sepi
gugurlah ia di hatiku
tanpa tujuan dan cita-cita
dan sebab itulah ia kusebut sepi
menggeliatlah ia di hidupku,
tanpa waktu di setiap peristiwa
dan kerna itulah ia kunamai sepi.
Puisi-puisi Ahmad Rizki lainnya:
- Blues Ciputat 2022 dan Garuda 2023
- Sobekan Omong Kosong
- Malam Kematian dan Jika Semua Negara Angkat Senjata
- Jakarta, Anjani, dan Masa Depan
- Tubuhku Sobekan Sampah Plastik
- Sajak Cinta Paling Pesimis
- Seorang Gelandangan Di Pinggir Jalan Raya dan Sebuah Kado Pernikahan
- Ungkapan Cinta Menurut Seorang Pelukis
- Tuhan Kesehatan dan Ode Buat Diri
Ditulis
oleh Ahmad Rizki. Lahir di Tangerang 1999. Alumnus Sastra Indonesia, UNPAM. Saat
ini tengah sibuk menggelandang, membersamai, dan menikmati hidup di sekitran
Ciputat. Beberapa puisi omong kosongnya kebetulan termaktub di media daring dan
cetak. Buku puisi yang terlanjur terbit, Sisa-Sisa
Kesemrawutan (2021) dan Sebuah Omong
Kosong Cinta Masa Remaja (2022). Informasi tambahan dapat ditemui di kanal
Instagram @ah_rzkiii